Minggu, 30 Agustus 2020

Pengertian Hukum Jaminan
Banyak ahli memberikan definisi tentang hukum jaminan ini. Dikutip dari tesishukum.com, menurut J Satrio, hukum jaminan adalah peraturan hukum yang mengatur jaminan-jaminan piutang seorang kreditor terhadap debitor. Pada defiisi yang diungkapkan oleh Satrio memfokuskan pada pengaturan pada hak-hak kreditor semata-mata,tetapi tidak memperhatikan hak-hak debitor.
Menurut Prof. M. Ali Mansyur, hukum jaminan merupakan aturan yang mengatur hubungan hukum antara kreditor dan debitor terkait pembebanan jaminan dalam pemberian kredit. Sedangkan menurut Sri Soedewi Masjhoen Sofwan menuturkan bahwa hukum jaminan merupakan hukum yang mengatur konstruksi yuridis yang memungkinkan pemberian fasilitas kredit dengan menjaminkan benda-benda yang dibelinya sebagai jaminan.
Jadi pada intinya, pengertian hukum jaminan adalah ketentuan hukum yang mengatur hubungan antara pemberi jaminan (debitur) dan penerima jaminan (kreditor) sebagai akibat pembebanan suatu utang tertentu (kredit) dengan suatu jaminan (benda atau orang tertentu).

Undang-Undang yang Mengatur Seputar Jaminan
Meskipun dalam undang-undang tidak tertulis pengertian tentang hukum jaminan, namun dalam KUHPerdata dapat ditemukan undang-undang yang mengatur tentang jaminan secara umum. Yaitu, Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata. Dalam Pasal 1131 KUHPerdata disebutkan "Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan perorangan debitur itu." Dengan demikian menurut pasal ini, segala harta kekayaan seseorang otomatis menjadi jaminan atas utang yang telah dibuat.
Dan dalam Pasal 1132 KUHPerdata menyebutkan barang-barang itu menjadi jaminan bersama bagi semua kreditur terhadapnya, hasil penjualan barang-barang itu dibagi menurut perbandingan utang masing-masing kecuali bila di antara para kreditur itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan.

Selain itu, ada pasal-pasal yang mengatur benda yang dijadikan jaminan utang atau disebut jaminan kebendaan. Jaminan kebendaan adalah jaminan yang objeknya berupa barang bergerak maupun tidak bergerak yang khusus diperuntukan untuk menjamin utang debitur kepada kreditur, apabila dikemudian hari debitur tidak dapat membayar utangnya kepada kreditur.
Berikut adalah macam-macam jaminan kebendaan seperti yang dikutip dari smartlegal.id, diantaranya:
  1. Gadai

Objek dari gadai berupa benda bergerak yang terdiri dari benda berwujud seperti perhiasan dan benda yang tidak berwujud seperti hak untuk mendapatkan pembayaran uang (surat-surat piutang). Bila pihak debitur tidak bisa melunasi pinjamannya, maka benda yang digadai akan dikuasai oleh pihak kreditur. Sesuai dengan Pasal 1155 dan Pasal 1156 KUHPerdata, eksekusi terhadap barang gadai dapat melalui dua alternatif yaitu, eksekusi langsung dan eksekusi dengan melalui putusan pengadilan lebih dahulu.
  1. Fidusia

Fudisia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Fudisia diatur dalam Undang-Undang No.42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fudisia.
Objek fidusia berupa benda bergerak baik yang berwujud maupun tak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.
  1. Hipotek

Hipotik adalah suatu hak kebendaan atas barang tak bergerak yang dijadikan jaminan dalam pelunasan suatu perikatan. Dalam hipotek yang menjadi objek adalah kapal dengan isi 20 m3. Hal ini diatur dalam Pasal 1162 KUHPerdata sampai Pasal 1232 KUHPerdata dan Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Bab IV Hipotek Dan Piutang-Pelayaran Yang Didahulukan.
Bagaimana bila debitur tidak memenuhi kewajibannya? Berdasarkan Pasal 1178 (2) KUHPerdata, eksekusi terhadap hipotik dalam hal debitur wanprestasi (ingkar janji), maka kreditur selaku pemegang hipotik atas kapal berhak untuk melakukan penjualan secara lelang di muka umum atas kapal-kapal yang sudah dibebani dengan hipotik. Hasil penjualan kapal tersebut digunakan sebagai pelunasan kewajiban debitur kepada kreditur.
  1. Hak Tanggungan

Aturan pemerintah telah menetapkan bahwa hak tanggungan merupakan hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah. Hak tanggungan ini diatur dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-bendanya yang berkaitan dengan tanah.
Hak tanggungan bisa dibebankan kepada hak atas tanah, termasuk tanaman, bangunan, serta karya yang sudah eksis atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya sudah tercantum dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan.
Seperti dikutip pada Pasal 11 UU No.4/1996, dalam akta pemberian hak tanggungan  tersebut juga dapat dicantumkan janji-janji yang meliputi janji tentang menyewakan hak tanggungan, janji mengubah objek hak tanggungan, janji untuk mengelola hak tanggungan, janji untuk menyelamatkan hak tanggungan, janji untuk menjual hak tanggungan, janji untuk membersihkan hak tanggungan, janji untuk tidak melepaskan objek hak tanggungan, janji untuk memperoleh ganti rugi dari objek hak tanggungan, janji untuk memperoleh uang asuransi, janji untuk mengosongkan objek hak tanggungan pada waktu eksekusi hak tanggungan, janji bahwa sertifikat hak atas tanah yang telah diberi notifikasi pembebanan hak tanggungan dipegang oleh penerima hak tanggungan.
Sedangkan hak tanggungan dapat berakhir karena hapusnya hutang yang dijamin dengan hak tanggungan, hak tanggungan dilepas oleh pemegangnya, pembersihan hak tanggungan berdasarkan penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri dan hapusnya hak atas tanah.